Semua Berhak Mendapat Air Bersih dan Sanitasi Aman
Sustainable Development Goals (SDGs) – Sebuah aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia khususnya Indonesia guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. Akses air bersih dan sanitasi menjadi salah satu target yang harus tercapai di tahun 2030 mendatang. Lalu bagaimana kondisi air bersih dan sanitasi aman di negara kita Indonesia? Sebelum lebih jauh, sangat penting untuk mengetahui apa itu air bersih dan sanitasi. Mengutip pernyataan dari World Health Organization atau WHO sebagai organisasi kesehatan internasional, air bersih merupakan air yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi keperluan domestik, mulai dari konsumsi, air minum dan tentunya persiapan makanan. sedangkan sanitasi adalah usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh terhadap manusia, terutama terhadap hal-hal yang menimbulkan efek, seperti merusak perkembangan fisik, merusak kesehatan, dan kelangsungan hidup.
Saat ini ketersediaan akses air bersih bagi masyarakat dihadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah pandemi Covid-19. Berdasarkan penelitian Indonesia Water Institute pada tahun 2021, telah terjadi peningkatan konsumsi air bersih secara berlebih untuk penerapan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari, seperti kebutuhan cuci tangan yang meningkat 5 kali lipat dan kebutuhan mandi yang kini meningkat 3 kali lipat dari kondisi normal atau sebelumnya. Dari kajian yang berbeda, tepatnya dalam laporan Water Environment Partneship in Aisia (WEPA), Indonesia memiliki 6% potensi air dunia. Namun, prediksi yang dilakukan oleh kajian resmi pemerintah mengatakan pada tahun 2040 Jawa akan kehilangan hampir seluruh sumber air bersih. Beberapa pemicu krisis air yang terjadi mulai dari perubahan iklim, pertambahan penduduk, hingga alih fungsi lahan. Sesuai dengan data Pusat Litbang Sumber Daya Air Kementerian PUPR, satu orang di Jawa bisa mendapatkan 1.169 m3 air per tahun. Tentunya ketersediaan tersebut akan semakin menurun hingga mencapai 476 m3 per tahun pada tahun 2040 nantinya. Angka tersebut dapat dikategorikan sebagai kelangkaan total. Badan dunia UNESCO pada tahun 2002 telah menetapkan hak dasar manusia atas air yaitu sebesar 60 ltr/org/hari. Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum membagi lagi standar kebutuhan air minum tersebut berdasarkan lokasi wilayah. Pedesaan dengan kebutuhan 60 liter/per kapita/hari; Kota Kecil dengan kebutuhan 90 liter/per kapita/hari; Kota Sedang dengan kebutuhan 110 liter/per kapita/hari; Kota Besar dengan kebutuhan 130 liter/per kapita/hari; Kota Metropolitan dengan kebutuhan 150 liter/per kapita/hari. SDGs keenam juga menargetkan peningkatan pembangunan jangka menengah nasional dimana dasar-dasar untuk air minum yang dikelola dapat aman untuk diformulasikan. Tahun 2030 adalah tahun target tercapainya 100% peningkatan akses, 30% keamanan akses, dan 50% akses pipa ke masyarakat. Target ini akan berhasil jikalau kinerja pengelolaan air minum bisa fokus pada peningkatan sumber, aksesibilitas, ketersediaan dan kualitas air. Membandingkan persentase akses ketersediaan air minum lewat perpipaan dengan negara-negara lain, Indonesia tergolong rendah. Maka dari itu, Indonesia perlu meningkatkan akses air minum perpipaan baik di tingkat asia maupun dunia. Salah satu proyek yang sudah dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) adalah Konferensi Air Minum dan Sanitasi (KSAN) 2022 pada Mei lalu. KSAN sendiri merupakan ajang komunikasi dan advokasi terbesar di sektor Sanitasi dan Air Minum yang dirancang untuk meningkatkan komitmen tercapainya target 100% akses air minum dan sanitasi aman serta berkelanjutan. KSAN 2022 mengangkat tema “Aksi Nyata Membangun Akses Air Minum dan Sanitasi Aman serta Berkelanjutan Untuk Semua”, dengan fokus memperkuat profil sektor air minum dan sanitasi, serta memperkuat komitmen dan kolaborasi semua pihak untuk mencapai akses aman serta berkelanjutan.
Berdasarkan data UNICEF, hampir 25 juta orang di Indonesia tidak menggunakan toilet. Tempat yang mereka gunakan untuk buang air besar yaitu sungai, ladang, semak, hutan, parit, jalan atau ruang terbuka lainnya. Sayangnya, buang air besar sembarangan tidak hanya merendahkan martabat manusia, tetapi juga berisiko besar terhadap kesehatan anak dan masyarakat. Kotoran manusia dan air limbah yang tidak diolah secara tepat dapat mencemari air dan menunjang penyebaran penyakit seperti diare dan kolera. Faktanya seperempat dari semua anak di bawah usia 5 tahun di Indonesia menderita diare. Bukan mitos bahwa diare merupakan penyakit pembunuh bagi anak di bawah 5 tahun di negara kita. Sesuai dengan tujuan keenam SDGs, program Indonesia Sehat merupakan salah satu usaha pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam rangka menuju Indonesia Sehat 2030, pada tahun 2016 pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mencanangkan Program Gerakan Masyarakat Hidup Bersih dan Sehat (Germas). Gerakan tersebut bertujuan membiasakan budaya hidup sehat dan meninggalkan kebiasaan atau perilaku yang kurang sehat. Program ini memiliki beberapa fokus seperti membangun akses untuk memenuhi kebutuhan air minum, instalasi kesehatan masyarakat, serta pembangunan sanitasi dan pemukiman yang layak huni. Ketiganya merupakan kekuatan dasar yang menjadi fondasi Germas. Gerakan ini melibatkan semua komponen bangsa demi membudayakan mekanisme hidup sehat. Ada tujuh langkah Germas yang mesti dilakukan masyarakat dalam rangka membiasakan pola hidup sehat. Langkah-langkah itu adalah melakukan aktivitas fisik, mengonsumsi sayur dan buah, tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, memeriksa kesehatan secara rutin, membersihkan lingkungan, dan menggunakan jamban. Langkah yang terakhir (menggunakan jamban) merupakan salah satu program perbaikan sanitasi buruk Indonesia. Kabar baik pada 2017, setahun setelah Germas dicanangkan, rumah tangga di Indonesia yang mempunyai sanitasi layak meningkat menjadi 67,89% (45,60 juta rumah tangga).
Upaya lain yang kerap dilakukan untuk meningkatkan kualitas air bersih dan sanitasi diantaranya, Program Air Minum dan Sanitasi Layak untuk Bangsa Tersebar ke 35.928 Desa atau Pamsimas. Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Diana Kusumastuti mengatakan peluncuran Pamsimas atau Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi mengusung 5 komponen sebagai prinsip pelaksanaan program yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dan penanggung jawab kegiatan serta pengelolaan sarana air minum dan sanitasi. Adapun kelima komponen tersebut yaitu (1) Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan daerah dan desa, (2) Peningkatan perilaku higienis dan pelayanan sanitasi, (3) Penyediaan sarana air minum dan sanitasi umum, (4) Hibah insentif, dan (5) Dukungan teknis dan manajemen pelaksanaan program. Diana juga menambahkan Pamsimas memiliki dua sasaran utama. Pertama wilayah yang memiliki proporsi penduduk dengan akses air minum belum 100 persen, dan yang kedua adalah penduduk dengan akses sanitasi belum 100 persen. Pemerintah Indonesia, melalui Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kerap menerapkan konsep Ekohidrologi yang sudah diterapkan di Waduk Saguling, Bandung Barat. Ekohidrologi sendiri merupakan pengelolaan sumber daya air terpadu dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan. Ekohidrologi mempertimbangkan aspek hidrologi, ekologi, ekoteknologi, dan budaya untuk memenuhi target SDGs keenam.
Referensi : pu.go.id, environment-indonesia.com, santiariankit.id, suara.com, airkami.id, medcom.id, itb.ac.id, kompas.com
Kelompok 1 – Tugas Besar
PJ : Novaida
Content Creator : Vina Afiyah Hasna & Dea Rohmayanti
Marketing : Zahra Hairiyah Putri
Leadership : Adhisty Tritania Maharani, Muhammad Rivaldi Yusuf, Najwa Randisty Aqilah & Nia Widianengsih
Public Speaking : Silva Azzahra
Journalist : Ryan Agus Nugraha
Administrasy & Treasury : Demas Mochamad Mulky, Hanna Amalia Budiman & Afifah Ulya Rosyida